Halaman

Rabu, 13 Mei 2020

Zoom Fatigue’, Fenomena Kelelahan Setelah Melakukan Konferensi Video

Ilustrasi Zoom.

Ilustrasi Zoom. (blog.zoom.us)
Manusia berkomunikasi, bahkan ketika mereka diam. Selama percakapan, otak berfokus pada kata-kata yang diungkapkan. Namun, selain itu, ada juga makna tambahan yang berasal dari lusinan isyarat nonverbal, seperti apakah lawan bicara menghadap Anda atau buang muka, gelisah, atau menghela napas dan siap untuk menyela.
Isyarat nonverbal tersebut membantu melukiskan gambaran holistik tentang apa yang disampaikan dan diharapkan sebagai respons dari pendengar. Karena manusia merupakan makhluk sosial, memahami isyarat ini menjadi hal alami bagi sebagian besar orang. Tidak perlu banyak usaha untuk menguraikannya sehingga menjadi dasar bagi keintiman emosional dengan orang lain.
Namun, bagaimana juga, video callmerusak kemampuan yang tertanam ini dan membutuhkan perhatian intens pada kata-kata. Jika tampilan seseorang yang terlihat hanya dari kepala hingga bahu, maka sulit memperhatikan gerakan tangan atau bahasa tubuh lainnya. Belum lagi, jika kualitas videonya buruk, harapan untuk mendapatkan sesuatu dari ekspresi wajah bisa hilang.
“Bagi orang-orang yang sangat bergantung pada isyarat nonverbal, tidak bisa berbicara langsung akan sangat melelahkan,” kata Franklin.
Tatapan mata adalah isyarat nonverbal terkuat yang tersedia pada video call, tapi itu bisa menjadi terasa mengancam jika dilakukan dalam waktu lama.
Tidak hanya itu, layar berlipat ganda yang muncul setiap melakukan video conference juga menimbulkan masalah kelelahan tersendiri. ‘Gallery view’—di mana setiap partisipan rapat tampil bersamaan—menantang penglihatan sentral otak, memaksanya memecahkan kode banyak orang sekaligus sehingga tidak ada siapa pun yang memahami, bahkan si pembicara itu sendiri.
“Kita terlibat dalam berbagai kegiatan, tetapi tidak sepenuhnya mengabadikan diri pada hal khuhus,” kata Franklin. Para psikolog menyebutnya sebagai perhatian parsial terus-menerus (continuous partian attention). Bayangkan betapa sulitnya untuk memasak dan membaca dalam waktu bersamaan, dan itulah yang dilakukan otak ketika melakukan konferensi video.
Hal ini semakin menjadi masalah ketika ruang obrolan video kurang kolaboratif dan seperti panel, di mana hanya dua orang yang berbicara, sementara sisanya mendengarkan. Karena setiap partisipan menggunakan satu aliran audio yang sama dan sadar dengan setiap suara yang masuk, percakapan paralel adalah hal yang mustahil.
Baca Juga: Bagus untuk Otak Hingga Ciptakan Kebahagiaan, Ini Alasan Mengapa Berbuat Baik Sangat Bermanfaat
Bagi sebagian orang, distraksi berkepanjangan bisa menimbulkan rasa bingung, menguras energi, dan merasa tidak mendapatkan apa-apa. Otak menjadi kewalahan dengan rangsangan berlebih dan di saat yang bersamaan juga mencoba fokus pada pencarian isyarat nonverbal yang tidak dapat ditemukan.
Itulah sebabnya, menurut Franklin, mengapa panggilan telepon mungkin kurang membebani otak, karena ia memberikan janji kecil: yaitu hanya berupa suara.
Secara keseluruhan, obrolan video telah memungkinkan koneksi manusia berkembang dengan cara yang tidak mungkin dilakukan beberapa tahun yang lalu. Perangkat ini memungkinkan kita menjaga hubungan dan bekerja dari jarak jauh. Dan saat ini, terlepas dari kelelahan mental yang timbul, panggilan video terkadang menumbuhkan rasa kebersamaan selama pandemi.
Sangat mungkin bahwa ‘Zoom Fatigue’ ini akan mereda setelah orang-orang belajar menavigasi mental mereka. Jika Anda merasa canggung dan butuh sedikit ketenangan, matikan kamera Anda. Atau jika rapat kantor dapat dilakukan lewat telepon saja, lakukan sambil berjalan kaki yang diketahui dapat meningkatkan kreativitas dan mengurangi stres.
Copas
https://nationalgeographic.grid.id/read/132146868/zoom-fatigue-fenomena-kelelahan-setelah-melakukan-konferensi-video?page=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar