Minggu, 27 September 2020

Waspadai Internet Bagi Anak-anak



Perkembangan teknologi komunikasi yang menjelma dalam bentuk internet  sungguh sangat menakjubkan. Betapa tidak. Melalui miliaran situs yang diadministrasikan dari seluruh pelosok dunia, kita bisa mencari informasi apa saja dengan hampir tiada hambatan. Mengapa begitu? Karena hanya dengan mengetik keyword satu kata saja akan bermunculan alamat situs dalam ratusan ribu yang siap memasok informasi yang kita inginkan, sejak informasi yang sangat mendidik sampai pada informasi yang sangat merusak, sejak dari informasi yang sangat santun sampai pada informasi yang sangat vulgar dan bahkan amat amat sangat tabu sekalipun. Oleh karena itu di jaman internet seperti saat ini nyaris dunia tanpa batas, sehingga Kinichi Ohmae memberanikan diri membuat judul bukunya yang laris itu dengan frasa yang provokatif: The End of The Nation State.  Kalau kita baca  buku itu memang tersirat bahwa negara bangsa semakin pudar, tetapi yang muncul adalah negara dunia, yang kemudian juga melahirkan terminologi borderless world.  

Lebih menarik lagi, Thomas L. Friedman menulis buku yang masuk kategori best seller dengan judul: The World is Flat. Padahal untuk menemukan teori bahwa dunial itu yang benar adalah bulat, telah memakan korban nyawa seorang ilmuwan,  Galileo (kalau tidak keliru) akibat dipancung penguasa karena berani tidak mengatakan dunia itu datar. Ternyata datarnya dunia oleh klaim Friedman adalah karena hampir semua kejadian di dunia saat ini bisa dilihat dari sebuah layar komputeryang memang datar, baik secara tunda maupun dalam kurun waktu yang sama dengan kejadiannya (real on time). Fenomena ini semua membuat kita harus waspada terhadap anak-anak kita yang pada umumnya sangat maniak memanfaatkan internet, atau yng lebih populer di antara mereka adalah ngeNet.
 
Apa yang harus diwaspadai? Bagaimana caranya? Yang harus diwaspadai adalah jangan sampai anak-anak kita ketagihan dan kemudian memiliki ketergantungan dengan situs yang tidak mendidik. Banyak sekali situs yang tidak mendidik bagi anak-anak kita. Situs pornografi tersedia secara prasmanan kalau sistem jaringan yang digunkan anak-anak kita tidak memiliki filter untuk mencegahnya. Orang tua sekarang tidak bisa lagi mengklaim bahwa anaknya belum pernah melihat gambar porno, atau bahkan adegan terlarang di ranjang untuk orang dewasa. Hampir semua anak-anak kita sudah melihatnya dalam aktivitas ngeNet itu tadi. Oleh karena itu kita sebagai orangtua tidak perlu panik, kemudian mengisolasi anak-anak kita dari teknologi   informatika yang perkembangannya selalu semakin canggih dalam kurun waktu menit saja. 
 
Sekali lagi jangan panik, dan jangan bersikap anti teknologi. Cara untuk melindungi anak-anak kita dari dampak negatif internet dapat dilakukan dengan cara selalu mengadakan klarifikasi nilai kepada anak-anak kita mengenai hal-hal baik-buruk, boleh tidak boleh, manfaat dan mudharat berbagai informasi yang mungkin bisa diperoleh melalui kegiatan ngeNet.  Dengan membekali kriteria pilihan-pilihan terhadap informasi yang mereka cari di internet, anak-anak kita akan menjadi mandiri, bisa mengambil keputusan sendiri secara benar bagi dirinya sendiri. Karakter seperti itu perlu kita bangun agar anak-anak ketika ngeNet mampu memilih situs yang memang berguna bagi dirinya, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan psikologisnya.
Kalau saja anak-anak kita terlalu banyak bergaul dengan internet jika dibandingkan dengan orang di sekelilingnya, perlu juga kita waspadai. Mengapa begitu? Karena menurut hasil penelitian yang banyak dilakukan oleh para ahli e-learning, anak-anak di negara maju saat ini menghadapi gagap pergaulan dengan sesama manusia. Ketika mereka duduk berhadapan dengan jaringan mesin (internet) mereka sangat piawai untuk melakukannya dengan berbagai bahasa simbul ramah tamahnya mesin komputer, dengan berbagai akurasinya, dengan berbagai senda guarunya, dan dengan berbagai kecepatannya. Bahkan di jaringan komputer anak-anak bisa marah, bisa malu, bisa tertawa terbahak-bahak (lol),  bisa menyesal dan sebagainya yang semuanya itu dapat diekspresikan melalui tulisan dan/atau simbul-simbul yang diciptakan secara maya. Tidak saja perasaan itu yang bisa mereka lakukan. Bahkan akhir-akhir ini anak-anak di negara maju sudah mulai ada yang bunuh diri dengan sengaja untuk dikatahui oleh para komunitas maya mereka.
Adalah Abraham Briggs, seorang mahasiswa Broward Collage di Miami Amerika serikat telah melakukan bunuh diri sambil ngeNet. Ia memberitahukan para sahabatnya akan bunuh diri. Benar juga apa yang ia katakan. Dua belas jam setelah ia menulis pesan di internet pada pukul 03.00 pagi didapati Briggs terkapar di depan komputernya yang masih tetap on line setelah minum obat keras dengan dosis secara berlebihan.
 
Fenomena dan perilaku baru yang terjadi ialah, ketika anak-anak terlalu maniak ngeNet ada kecenderungan ia tidak memiliki kecakapan dan kecerdasan sosial yang memadai. Ketika berhadapan dengan jaringan komputer secara maya, ia sangat percaya diri dan memiliki konsep diri yang kuat. Tetapi ketika harus berhadapan dengan masyarakat dan komunitas orang secara nyata, bukan secara maya, dia akan sangat gagap, dan bahkan ”clingus” yang berlebihan. Kalau saja anak-anak kita tidak berhasil membangun jaringan antar manusia, dipastikan masa depannya tidak akan bersinar. Orang yang tidak memiliki jaringan antar sesama manusia dipastikan akan gagal dalam kariernya. Sebaliknya, jaringan komputer harus ditempatkan sebagai instrumen pembantu manusia dalam mengambil keputusan dalam melakukan aktivitasnya di dunia yang nyata. 
 
Jika anak-anak sudah terlalu asyik ngeNet, kita bisa mewaspadainya dengan melihat ke situs mana saja kalau melakukan browsing. Coba sekali waktu lihat browsing history di computer anak-anak kita. Kalau sekiranya browsing history-nya membahayakan bagi mereka, kita harus berbiacara dengan pendekatan klarifikasi nilai bukan pendekatan kekuasaan maupun kebencian. Itulah peliknya tugas orangtua di era dunia tanpa batas. Semoga kita bisa. (Prof. Suyanto, Ph.D)

By Admin UPT SDN Cikerut Cikerut - Cibeber